Pada tahun 1982, Indonesia menyusun
undang-undang tersendiri mengenai kebijakan lingkungan hidup. Undang-undang
yang mengatur hal ini ialah undang-undang no.4 tahun 1982 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (LN 1982 Nomor 12, TLN 3215). Sejak diundangkannya UU No. 4
Tahun 1982, berbagai produk peraturan perundang-undangan resmi telah berhasil
ditetapkan sebagai kebijakan yang diharapkan dapat dijadikan pegangan dalam
setiap gerak dan langkah pembangunan yang di lakukan, baik oleh pemerintah,
masyarakat, maupun badan-badan usaha. Seiring dengan perkembangan, maka UU No.
4 Tahun 1982 direvisi dengan Undang-undang
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 No. 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699). ). Pada
dasarnya, UU No 23 Tahun 1997 telah menggunakan prinsip pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dimana hal undang-undang ini
merupakan penyempurnaan terhadap undang-undang sebelumnya. Kemudian pemerintah
memandang perlu untuk mengeluarkan instrumen hukum yang baru guna menggantikan
UU No 23 tahun 1997 mengingat berbagai perubahan situasi dan kondisi terkait
permasalahan Lingkungan Hidup yang terjadi di Indonesia. Karena itulah, perbedaan
yang paling mendasar dari UU No 23 Tahun 1997 dengan UU No 32 Tahun 2009 adalah
adanya penguatan pada UU terbaru ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan
pengelolaan Lingkungan Hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang
baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup serta penanggulangan dan
penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi,partisipasi,
akuntabilitas dan keadilan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup berisi:
a. Pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup dimaksudkan
untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang
terlaksananya pembangunan berkelanjutan serta dengan memperhatikan
tingkat kesadaran masyarakat serta
perkembangan lingkungan global.
b. Setiap orang mempunyai hak
yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat, mempunyai hak atas informasi yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan
lingkungan hidup dan setiap orang berhak
dan berkewajiban untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup
serta berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta mencegah dan menanggulangi
pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup.
Dalam
penerapannya di Indonesia, UU 23 tahun 1997 ini masih belum optimal. Masih
banyak sekali pembangunan – pembangunan ataupun kegiatan yang menimbulkan
dampak negatif pada lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembangunan mall Cimanggis Square yang berlokasi di
Jl. Raya Bogor, Depok. Pembangunan mall tersebut
bisa dibilang masih belum memperhatikan aturan – aturan mengenai lingkungan
hidup, salah satunya UU 23 tahun 1997. Hal tersebut dapat dilihat melalui
dampak negatif yang diperoleh dari pembangunan mall tersebut. Lingkungan hidup disekitar lokasi mall tidak lagi baik dan sehat, hal
tersebut dapat dilihat dari semakin besarnya tingkat kemacetan di sekitar mall. Hal tersebut tentu saja dapat
menyebabkan semakin tingginya tingkat polusi udara, sehingga dapat mengganggu
masyarakat sekitar maupun masyarakat yang bertempat tinggal disekitar mall. Dampak lain yang ditimbulkan
adalah berkurangnya
drainase resapan air disekitar lingkungan mall.
Selokan beralih fungsi menjadi pembuangan sampah, maka akibatnya akan
terjadi penyumbatan sehingga saluran air tidak lancer dan dampak lain yang
ditimbulkan. Seharusnya, kalau pembangunan mall
tersebut memperhatikan AMDAL dan aturan – aturan hukum mengenai lingkungan
hidup, contohnya UU 23 tahun 1997, maka dampak – dampak negatif yang mungkin
ditimbulkan tersebut dapat diminimalisasi. Pemerintah harus lebih tegas lagi
dalam menyikapi pembangunan mall dan
berpotensi memacetkan lalu lintas. Apalagi, banyak sekali keberadaan mall yang memberikan peluang bagi
pedagang kaki lima untuk membuka lapaknya di trotoar di depan mall. Untuk pembangunan mall selanjutnya, lebih baik lebih
memperhatikan AMDAL dan syarat – syarat dalam mendirikan sebuah bangunan, guna
mengurangi dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari pembangunan tersebut. Selain
itu, dari pihak mall (Cimanggis
Square) juga harus mengambil tindakan guna mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan dari pembangunan mall tersebut.
Tindakan yang harus dilakukan misalnya adalah membenahi jalur pintu masuk atau
keluar kendaraan, begitu juga dengan pengelolaan parker dan sistem penyeberangan
yang tidak mengganggu arus lalu lintas di tempat tersebut.